Selasa, 23 Desember 2008

...

just for the owner..

“me” wanna say thx 4 all the things u've given to me..
In fact I’m not the best 4 ya.. I hope u’ll be happy with ur choice..
Forgive all sins that I’ve made…
Just let me be ur past memory..
Thx.

Read more.....

Global warming menjadi sebuah tema yang sedang marak diperbincangkan oleh banyak pihak. Berbagai media massa menjadikan masalah ini sebagai sorotan utama dan kalimat pengisi headline. Apakah ini adalah permasalahan baru yang dihadapi umat manusia? Tentu saja tidak, pemanasan global adalah isu lama yang kian menghangat, dalam pengertiannya secara harfiah maupun metaforis.

Secara umum, global warming dapat didefinisikan sebagai proses menghangatnya bumi dalam beberapa kurun waktu. Proses ini adalah gejala alamiah, jika bumi tidak mengalami penghangatan maka dapat dipastikan bahwa bumi akan membeku seperti pada masa ice age. Lalu, kalau global warming adalah suatu gejala alamiah kenapa begitu banyak pihak yang meributkannya? Permasalahannya adalah ulah manusia yang telah menjadikan proses ini berjalan abnormal.

Sejak berkembangnya teknologi industri, pembakaran bahan bakar fosil seperti minyak bumi, gas alam dan batubara meningkat dengan pesat. Penggunaan sumber energi ini menghasilkan emisi gas buangan dengan karbondioksida (CO2) sebagai kandungan yang dominan. Apa akibatnya? Akibatnya gas CO2 ini terakumulasi dan membentuk sebuah lapisan pada atmosfer bumi. Lapisan inilah yang kemudian menjadi ‘kaca penahan’ bagi panas bumi yang keluar. Panas bumi tersebut dipantulkan berkali-kali sehingga memperkuat penghangatan yang terjadi secara alamiah. Umumnya peristiwa ini disebut sebagai Greenhouse Effect.

Bahaya utama dari peristiwa tersebut adalah meningkatnya temperatur bumi yang mengalami efek domino. Kronologisnya adalah sebagai berikut: Pertama, temperatur di bumi naik, hal ini menyebabkan mencairnya salju di pegunungan dan es di kutub-kutub; Kedua, Lelehan dari salju dan es tersebut menambah volume air di laut sehingga permukaannya bertambah tinggi; Ketiga, naiknya permukaan air laut berakibat langsung pada bertambahnya musim kemarau dan berkurangnya musim hujan, perubahan iklim terjadi, hewan-hewan bermigrasi, spesies hewan dan tumbuhan mengalami penurunan jumlah, pasokan air bersih berkurang, disharmonisasi alam terlaksana dan kelangsungan hidup umat manusia pun terancam.

Selain akibat-akibat yang diutarakan di atas, perubahan iklim yang semakin memanas juga memegang andil dalam naiknya prosentase kebakaran hutan. Frekuensinya semakin sering terjadi dan area pembakarannya meluas. Lahan gambut, yang merupakan vegetasi penyerap gas CO2, ikut terbakar habis dan artinya potensi untuk mengurangi lapisan rumah kaca di atmosfer bumi pun berkurang drastis.

Jika belum juga mendapat mendapat gambaran tentang bahaya yang menunggu umat manusia ‘di depan sana’ coba saja bayangkan jika Anda berada pada suatu masa dimana dunia mengalami krisis pangan dan air bersih; banyak daerah pesisir yang hilang ditelan laut, yang berarti menghasilkan ribuan bahkan puluhan ribu korban jiwa; hari-hari Anda lewati seperti berada di dalam sauna; sumber-sumber energi seperti minyak dan gas alam disamping sangat terbatas, menjadi sangat mahal; banyaknya sektor kehidupan yang terhambat dan mati seperti sektor pertanian, perikanan, kelautan, pariwisata, transportasi dan lain-lain. Dan itu semua belum lagi setengahnya dari hal-hal yang akan kita hadapi sebagai imbas dari global warming.
Setelah mengetahui kerugian yang akan kita terima, akankah kita tetap berdiam diri dan membiarkan hal-hal itu terjadi? Partisipasi kita dalam memelihara kehidupan bisa dimulai dari melakukan penghematan dalam penggunaan bahan energi, mencari sumber energi alternatif, gunakan listrik secukupnya, ganti barang-barang elektronik dengan yang ramah lingkungan, dan last but not least: cintai alam sekitar sebagaimana Anda mencintai diri sendiri.

[dari berbagai sumber]
Read more.....

Teman-teman tahu global warming? Entah dari media massa, teman, atau kuliah lingkungan tentunya. Bagaimanakah posisi Indonesia dalam isu global warming ini?

Anomali temperatur permukaan rata-rata selama periode 1995 sampai 2004 dengan dibandingkan pada temperatur rata-rata dari 1940 sampai 1980

Sebelum melangkah lebih jauh, teman-teman pasti sudah tau apa itu global warming kan? Secara kasar, global warming dapat didefinisikan sebagai peningkatan temperatur rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Nah, apa yang menyebabkan temperatur bumi meningkat? Salah satu penyebabnya ialah peningkatan efek rumah kaca yang terjadi di bumi.


Pada dasarnya, efek rumah kaca menyebabkan atmosfir bumi menjadi hangat dan membuat bumi dapat ditinggali oleh makhluk hidup. Tanpa efek rumah kaca, bumi akan menjadi planet yang amat dingin. Sayangnya, efek rumah kaca tersebut mengalami peningkatan beberapa dekade belakangan ini. Itulah inti permasalahan global warming yang sedang digembar-gemborkan akhir-akhir ini. Adapun contoh gas-gas yang dapat menyebabkan efek rumah kaca ialah CO2, CH4, NOx, SOx, SF6, H2O, dan PFC.

Statistik Dunia

Peneliti lingkungan dan sains berpendapat bahwa manusia ialah penyebab utama global warming . Emisi gas rumah kaca mengalami kenaikan 70 persen antara 1970 hingga 2004. Konsentrasi gas karbondioksida di atmosfer jauh lebih tinggi dari kandungan alaminya dalam 650 ribu tahun terakhir. Rata-rata temperatur global telah naik 1,3 derajat Fahrenheit (setara 0,72 derat Celcius) dalam 100 tahun terakhir. Muka air laut mengalami kenaikan rata-rata 0,175 centimeter setiap tahun sejak 1961. Sekitar 20 hingga 30 persen spesies tumbuh-tumbuhan dan hewan berisiko punah jika temperatur naik 2,7 derajat Fahrenheit (setara 1,5 derajat Celcius). Jika kenaikan temperatur mencapai 3 derajat Celcius, 40 hingga 70 persen spesies mungkin musnah.

Meski negara-negara miskin yang akan merasakan dampak sangat buruk, perubahan iklim juga melanda negara maju. Pada 2020, 75 juta hingga 250 juta penduduk Afrika akan kekurangan sumber air, penduduk kota-kota besar di Asia akan berisiko terlanda banjir. Di Eropa, kepunahan spesies akan ekstensif. Sementara di Amerika Utara, gelombang panas makin lama dan menyengat sehingga perebutan sumber air akan semakin tinggi. Kondisi cuaca ektrim akan menjadi peristiwa rutin. Badai tropis akan lebih sering terjadi dan semakin besar intensitasnya. Gelombang panas dan hujan lebat akan melanda area yang lebih luas. Resiko terjadinya kebakaran hutan dan penyebaran penyakit meningkat. Sementara itu, kekeringan akan menurunkan produktivitas lahan dan kualitas air. Kenaikan muka air laut akan memicu banjir lebih luas, mengasinkan air tawar, dan menggerus kawasan pesisir meningkat. Temperatur rata-rata global 1850 sampai 2006 relatif terhadap 1961–1990

Indonesia dan Global Warming

Indonesia menyumbang tujuh persen pencemaran dengan kadar karbon atau sebanyak 2,5 miliar ton CO yang berdampak pada terjadinya global warming . Hal ini terjadi karena laju dan tingkat penggundulan hutan di Indonesia mencapai satu juta hektar per tahun.

Rachmat Witoelar mengatakan bahwa global warming sedang menjadi isu sentral di berbagai belahan dunia. Salah satu penyebab global warming ini terkait kegiatan penebangan pohon di kawasan hutan yang tidak diimbangi dengan penanaman pohon pengganti atau disebut deforestasi. Sektor kehutanan di seluruh dunia menyumbang sebanyak 20 persen atau sekitar 7,5 miliar ton kandungan CO, yang memicu terjadinya global warming . Dari angka tersebut, Indonesia menyumbang sepertiganya, atau sebanyak tujuh persen dengan total kontribusi sekitar 2,5 miliar ton CO.

“Untuk menekan pemanasan global yang berasal dari deforestasi, Indonesia perlu menekan laju penggundulan hutan yang sudah mencapai satu juta hektar per tahun. Jika berhasil, maka emisi akan berkurang 1,2 miliar ton CO.”

Saat ini, negara-negara di dunia yang tergabung dalam PBB sedang gencar membahas ancaman dan dampak global warming . Sebagai tindak lanjut dari pertemuan Kyoto tahun 1997 silam, pada 3-14 Desember 2007 akan digelar Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim bertempat di Bali. Di sisi lain, masih ada sejumlah negara yang menolak untuk mengakui fenomena global warming, salah satunya Amerika Serikat dan Australia. Sampai sekarang, kedua negara tersebut masih belum bersedia untuk melaksanakan hasil pertemuan Kyoto Protocol. AS belum mau mengurangi pemakaian emisi gas buang dari bahan bakar minyak karena itu merugikan industri perminyakan yang setiap tahunnya menghasilkan 450 miliar dollar AS per tahunnya. Salah satu hasil dari Kyoto Protocol itu ialah Flexible Mechanism, sebuah metode yang dapat diterapkan oleh negara-negara di dunia untuk mengurangi emisi industri.


Sumber: Kompas Cyber Media, Wikipedia

Read more.....

Sejak dikenalnya ilmu mengenai iklim, para ilmuwan telah mempelajari bahwa ternyata iklim di Bumi selalu berubah. Dari studi tentang jaman es di masa lalu menunjukkan bahwa iklim bisa berubah dengan sendirinya, dan berubah secara radikal.Apa penyebabnya? Meteor jatuh? Variasi panas Matahari? Gunung meletus yang menyebabkan awan asap? Perubahan arah angin akibat perubahan struktur muka Bumi dan arus laut? Atau karena komposisi udara yang berubah? Atau sebab yang lain?

Sampai baru pada abad 19, maka studi mengenai iklim mulai mengetahui tentang kandungan gas yang berada di atmosfer, disebut sebagai gas rumah kaca, yang bisa mempengaruhi iklim di Bumi. Apa itu gas rumah kaca?

Sebetulnya yang dikenal sebagai ‘gas rumah kaca’, adalah suatu efek, dimana molekul-molekul yang ada di atmosfer kita bersifat seperti memberi efek rumah kaca. Efek rumah kaca sendiri, seharusnya merupakan efek yang alamiah untuk menjaga temperatur permukaaan Bumi berada pada temperatur normal, sekitar 30°C, atau kalau tidak, maka tentu saja tidak akan ada kehidupan di muka Bumi ini.

Pada sekitar tahun 1820, bapak Fourier menemukan bahwa atmosfer itu sangat bisa diterobos (permeable) oleh cahaya Matahari yang masuk ke permukaan Bumi, tetapi tidak semua cahaya yang dipancarkan ke permukaan Bumi itu bisa dipantulkan keluar, radiasi merah-infra yang seharusnya terpantul terjebak, dengan demikian maka atmosfer Bumi menjebak panas (prinsip rumah kaca).

Tiga puluh tahun kemudian, bapak Tyndall menemukan bahwa tipe-tipe gas yang menjebak panas tersebut terutama adalah karbon-dioksida dan uap air, dan molekul-molekul tersebut yang akhirnya dinamai sebagai gas rumah kaca, seperti yang kita kenal sekarang. Arrhenius kemudian memperlihatkan bahwa jika konsentrasi karbon-dioksida dilipatgandakan, maka peningkatan temperatur permukaan menjadi sangat signifikan.

Semenjak penemuan Fourier, Tyndall dan Arrhenius tersebut, ilmuwan semakin memahami bagaimana gas rumah kaca menyerap radiasi, memungkinkan membuat perhitungan yang lebih baik untuk menghubungkan konsentrasi gas rumah kaca dan peningkatan Temperatur. Jika konsentrasi karbon-dioksida dilipatduakan saja, maka temperatur bisa meningkat sampai 1°C.

Tetapi, atmosfer tidaklah sesederhana model perhitungan tersebut, kenyataannya peningkatan temperatur bisa lebih dari 1°C karena ada faktor-faktor seperti, sebut saja, perubahan jumlah awan, pemantulan panas yang berbeda antara daratan dan lautan, perubahan kandungan uap air di udara, perubahan permukaan Bumi, baik karena pembukaan lahan, perubahan permukaan, atau sebab-sebab yang lain, alami maupun karena perbuatan manusia. Bukti-bukti yang ada menunjukkan, atmosfer yang ada menjadi lebih panas, dengan atmosfer menyimpan lebih banyak uap air, dan menyimpan lebih banyak panas, memperkuat pemanasan dari perhitungan standar.

Sejak tahun 2001, studi-studi mengenai dinamika iklim global menunjukkan bahwa paling tidak, dunia telah mengalami pemanasan lebih dari 3°C semenjak jaman pra-industri, itu saja jika bisa menekan konsentrasi gas rumah kaca supaya stabil pada 430 ppm CO2e (ppm = part per million = per satu juta ekivalen CO2 - yang menyatakan rasio jumlah molekul gas CO2 per satu juta udara kering). Yang pasti, sejak 1900, maka Bumi telah mengalami pemanasan sebesar 0,7°C.

Lalu, jika memang terjadi pemanasan, sebagaimana disebut; yang kemudian dikenal sebagai pemanasan global, (atau dalam istilah populer bahasa Inggris, kita sebut sebagai Global Warming): Apakah merupakan fenomena alam yang tidak terhindarkan? Atau ada suatu sebab yang signfikan, sehingga menjadi ‘populer’ seperti sekarang ini? Apakah karena Al Gore dengan filmnya “An Inconvenient Truth” yang mempopulerkan global warming? Tentunya tidak sesederhana itu.

Perlu kerja-sama internasional untuk bisa mengatakan bahwa memang manusia-lah yang menjadi penyebab utama terjadinya pemanasan global. Laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) tahun 2007, menunjukkan bahwa secara rata-rata global aktivitas manusia semenjak 1750 menyebabkan adanya pemanasan. Perubahan kelimpahan gas rumah kaca dan aerosol akibat radiasi Matahari dan keseluruhan permukaan Bumi mempengaruhi keseimbangan energi sistem iklim. Dalam besaran yang dinyatakan sebagai Radiative Forcing sebagai alat ukur apakah iklim global menjadi panas atau dingin (warna merah menyatakan nilai positif atau menyebabkan menjadi lebih hangat, dan biru kebalikannya), maka ditemukan bahwa akibat kegiatan manusia-lah (antropogenik) yang menjadi pendorong utama terjadinya pemanasan global (Gb.1).


Hasil perhitungan perkiraan agen pendorong terjadinya pemanasan global dan mekanismenya (kolom satu), berdasarkan pengaruh radiasi (Radiative Forcing), dalam satuan Watt/m^2, untuk sumber antropogenik dan sumber yang lain, tanda merah dan nilai positif dari kolom dua dan tiga berarti sumbangan pada pemanasan, sedangkan biru adalah efek kebalikannya. Kolom empat menyatakan dampak pada skala geografi, sedangkan kolom kelima menyatakan tingkat pemahaman ilmiah (Level of Scientific Understanding), Sumber: Laporan IPCC, 2007.

Dari gambar terlihat bahwa karbon-dioksida adalah penyumbang utama gas kaca. Dari masa pra-industri yang sebesar 280 ppm menjadi 379 ppm pada tahun 2005. Angka ini melebihi angka alamiah dari studi perubahan iklim dari masa lalu (paleoklimatologi), dimana selama 650 ribu tahun hanya terjadi peningkatan dari 180-300 ppm. Terutama dalam dasawarsa terakhir (1995-2005), tercatat peningkatan konsentrasi karbon-dioksida terbesar pertahun (1,9 ppm per tahun), jauh lebih besar dari pengukuran atmosfer pada tahun 1960, (1.4 ppm per tahun), kendati masih terdapat variasi tahun per tahun.

Sumber terutama peningkatan konsentrasi karbon-dioksida adalah penggunaan bahan bakar fosil, ditambah pengaruh perubahan permukaan tanah (pembukaan lahan, penebangan hutan, pembakaran hutan, mencairnya es). Peningkatan konsentrasi metana (CH4), dari 715 ppb (part per billion= satu per milyar) di jaman pra-industri menjadi 1732 ppb di awal 1990-an, dan 1774 pada tahun 2005. Ini melebihi angka yang berubah secara alamiah selama 650 ribu tahun (320 - 790 ppb). Sumber utama peningkatan metana pertanian dan penggunaan bahan bakar fosil. Konsentrasi nitro-oksida (N2O) dari 270 ppb - 319 ppb pada 2005. Seperti juga penyumbang emisi yang lain, sumber utamanya adalah manusia dari agrikultural. Kombinasi ketiga komponen utama tersebut menjadi penyumbang terbesar pada pemanasan global.

Kontribusi antropogenik pada aerosol (sulfat, karbon organik, karbon hitam, nitrat and debu) memberikan efek mendinginkan, tetapi efeknya masih tidak dominan dibanding terjadinya pemanasan, disamping ketidakpastian perhitungan yang masih sangat besar. Demikian juga dengan perubahan ozon troposper akibat proses kimia pembentukan ozon (nitrogen oksida, karbon monoksida dan hidrokarbon) berkontribusi pada pemanasan global. Kemampuan pemantulan cahaya Matahari (albedo), akibat perubahan permukaan Bumi dan deposisi aerosol karbon hitam dari salju, mengakibatkan perubahan yang bervariasi, dari pendinginan sampai pemanasan. Perubahan dari pancaran sinar Matahari (solar irradiance) tidaklah memberi kontribusi yang besar pada pemanasan global.

Dengan demikian, maka dapat dipahami bahwa memang manusia yang berperanan bagi nasibnya sendiri, karena pemanasan global terjadi akibat perbuatan manusia sendiri

Read more.....
 
[hell][o] [n.n] © 2008. Template Design By: SkinCorner